RENE
DESCARTES
Aliran filsafat yang berasal dari Descartes biasanya
di sebut rasionalisme. Dalam memahami aliran ini, kita harus memperhatikan dua
masalah utama yang keduanya diwarisi dari Descartes. Pertama masalah subtandi,
kedua masalah hubungan antara jiwa dan tubuh.
Pemikiran filsafat Descartes berujung pada kelahiran
rasionalisme ini yang cenderung mengabaikan tuhan dan agama, maka perjalanan
pemikiran filsafati al-Ghazali sama sekali berbeda dengan Descartes. Al-ghazali
sampai pada keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan dengan melalui jalan tasawuf yang
berpuncak pada ma’rifat, yakni pengetahuan intuitif.[4]
Untuk menyelesaikan kedua masalah tersebut memerlukan
sebuah metode. Dan Descartes sudah mendapatkan metodenya yaitu “dengan
menyangsingkan segala-galanya, dan keragu-raguan(skeptisisme) ini harus
meliputi seluruh pengetahuan yang kita miliki, termasuk juga
kebenaran-kebenaran yang sampai kini kita anggap pasti(misalnya bahwa ada suatu
dunia material; bahwa saya mempunyai tubuh; bahwa Allah ada)“.
A. SUBTANSI
Descartes
kemudian kembali berfikir adakah suatu benda yang tidak dapat di ragukan
keberadaannya? Ia mengajukan yiga hal, yaitu gerak, jumlah, dan besaran
(matematika(ilmu pasti)). Akan tetapi ia kembali ragu, karena ia kadang-kadang
salah ketika menghitung. Dengan demikian, ilmu pasti pun ia ragukan, ia
mengambil kesimpulan bahwa ia ragu karena ia berfikir.[5] Kemudian ia mengungkapkan “aku yang
sedang ragu-ragu menandakan aku sedang berfikir dan karna aku berfikir, maka
aku ada(cogito ergo sum).
Cogito ergo sum dianggap sebagai fase yang paling penting dalam
filsafat Descartes. Aku yang sedang berfikir adalah suatu substansi yang
seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pikiran, dan untuk berada tidak
memerlukan suatu tempat atau sesuatau yang bersifat bendawi. Descartes
berpendapat bahwa dalam diri saya terutama dapat ditemukan tiga ide bawaa.
Ketiga ide sudah ada pada diri saya sejak saya lahir yaitu pemikiran, Allah dan
keluasan.
Substansi
jiwa dan materi
Descartes menyimpulkan bahwa selain dari Allah ada dua
Substansi ,pertama, jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua materi yang
hakikatnya adalah keluasan.[6]
Descartes
memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dua
substansi: jiwa dan tubuh .jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasaan.
B. Pertarungan Jiwa Dan Tubuh
Rene Descartes adalah seorang filsuf yang mempunyai
obsesi menjawab semua pertanyaan tentang bagaimana ilmu-ilmu non-matematika
bisa memiliki kepastian yang sama dengan hasil-hasil yang diraih oleh geometri
analisis. Dalam hal pertarungan antara jiwa dan tubuh dan jawaban Descartes
adalah : “dengan menerapkan cara berpikir geometris pada seluruh bidang
pengetahuan ,tanpa kecuali “ .[7]
Rene Descartes seorang yang mengadakan pembalikan atas
struktur yang di buat oleh Aristoteles dan para pengikutnya, yaitu
fungsi jiwa dipandang sebagai faktor utama yang bisa menjelaskan seluruh
fenomena kehidupan. Ia juga dengan jelas menolak gagasan Aristoteles tenang
jiwa atau pikiran sebagai suatu yang menggerakan raga.[8] Akan tetapi dikemudian hari terbukti
fungsi jiwa tersebut tidak bisa menjelaskan dirinya sendiri berdasarkan
unit-unit yang lebih besar. Organisme-organisme hidup misalnya, dipercaya mampu
bereproduksi, bergerak dan berfikir karena mereka memiliki jiwa-jiwa
vegetative, hewani dan rasional. Namun analisis mereka tidak beranjak lebih
jauh dari itu.[9]
Pada prinsipnya, Descartes ingin menunjukan kepada
kita jalan menuju kepastian . Jalan itu melalui keraguan-keraguan, yakni
meragukan segala hal, dan kemudian mengambil sebagai aksioma apapun yang
terbukti tidak dapat di ragukan lagi. [10]
Dalam bukunya Diskurus tentang metode karya
Descartes menggambarkan awal usaha filosofisnya untuk meragukan semua hal
secara sistematis. Pertama-tama Descartes berasumsi bahwa segala-galanya bisa
diragukan, termasuk kesan-kesan indrawi yan sangat jelas dan terpilah-pilah,
serta sifat dasar dunia fisis yang dulu dianggap sudah jelas dan pasti.[11]
Descartes berkeyakinan bahwa Descartes dapat menerima
keberadaan dirinya yang sedang befikir dengan aman sebagai prinsip pertama dari
filsafat. Dengan demkian tindakan meragukan tersebut justru memberikan bukti
adanya kepastian yang diinginkan oleh Descartes.[12]
Jiwa, kata Descartes tidak pernah tampak secara
langsung dalam kesadaran kita, seperti halnya pengalaman indrawi. Descartes pun
dinamakan dualis karena pembedaan yang tajam antara dua
subtansi jiwa dan tubuh. Descartes mengatakan banyak gejala penting yang bukan
merupakan hasil dari tubuh atau jiwa semata-mata, melainkan hasil dari banyak
bentuk interaksi yang berbeda di antara kedua subtansi tersebut. itulah
sebabnya system filsafatnya sering disebut dualism interaktif.[13]
Dimana tempat yang paling pas untuk interaksi tubuh
dan jiwa?
Descartes beranggapan antara jiwa dan tubuh pastilah
ada konflik. Konflik - konflik demikian tidak pernah terjadi dalam jiwa itu
sendiri. Melainkan selalu terjadi antara jiwa terhadap tubuh. Bagi Descartes
jiwa adalah terpadu, rasional, dan konsisten tetepi juga terbatas kekuatannya
dalam menghadapi tubuh, yang seringkali sukar dikendalikan. Kalau jiwa
memutuskan menentang tubuh, maka pertarungan akan berlangsung di dalam kelenjar
peneal. Dimana tidak ada satu pihak pun yang di untungkan.[14]
Dengan demikian persaingan atau pertarungan antara
tubuh dan jiwa tidak lain adalah esensi dari kondisi manusia yang sebernanya.
Metode-metode yang dikemukakan merupakan langkah awal lahirnya pemikiran modern.
Descartes hadir untuk menanamkan dasar filsafat yang baru,yaitu akal. Ia
mengungkapkan metodenya yang terkenal tentang keraguan(Cartesian doubt)
atau yang lebih di kenala dengan cagito Descartes.
Akal yang ia gunakan untuk dasar filsafat, ia jadikan
sebagai titik acuan awal pemikirannya yang di tuangkan dalam karya-karya
besarnya yaitu Rules For The Direction Of The Under
Standing pada tahun 1620 dan 1701, Le Monde tahun 1634,Descouvse
On Method tahun 1637, Meditation On Jiust Philoshofy tahun
1641 dan Principles Of Pholoshopy tahun 1644.[15]
Tahap-tahap pemikiran Descartes untuk mencari
kebenaran sejati melalui dengan langkah-langkah yang polos dan jernih.
Kemudian, ia meneliti sejumlah besar pendapat yang keliru (menurutnya), yang
umumnya sudah di sepakati orang. Ia meragukan apa saja. Meragukan kepercayaan,
meragukan pendapat yang sudah berlaku dan lain-lain. Ia berfikir setiap benda
yang ia tahu memalui panca indranya adalah benar-benar di ragukan
keberadaannya. Bahkan ia meragukan apakah tangan dan tubuh itu adalah miliknya.[16]
Menurut Descartes ada 4 keadaan yaitu (mimpi,
halusinasi, ilusi ,roh halus) juga dalam jaga ada sesuatu yang muncul. Yang
selalu muncul adalah gerak, jumlah dan volume. Kemudian dia juga ragu, yang
ketiga macam itu adalah matematika. Dan matematika dapat salah.
Descartes mencontohkan keadaannya sedang duduk dan
berpakain rapi, ia meragukan keadaan tersebut karena ia pernah mengalaminya
ketika bermimpi. Prinsipnya, Descartes berpendapat bahwa tidak ada perbadaan
yang jelas antara sadar (keadaan ) dan sedang bermimpi. Argumennya tentang
eksistensi Tuhan di mulai dengan kesadaran akan dirinya sendiri sebagai yang
ada, yang keraguan tidak sempurna, tetapi mampu membuat gagasan tentang Tuhan
sebagai wujud yang sempurna. Gagasan sempurna ini, menurutnya hanya dapat
berasal dari wujud yang sempurna. Oleh karna itu Tuhan pasti ada sebagai
sumbernya.
Filsafat menurut Rene descartes adalah kumpulan semua
pengetahuan dimana Tuhan,alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[17]
Descartes percaya kebenaran dapat di cari berdasarkan
penalaran proposi-proposi (pernyataan-pernyataan) yang terlepas dari pengalaman
indrawi sebagaimana di praktikan dalam matematika. Semuanya di
peroleh dengan menggunakan akal pikiran . Pikiran seperti ini tidak
mengherankan dari seorang descartes, sebab pada mulanya ialah seorang
matikawan.[18]